Tana Toraja di Sulawesi Selatan telah dikenal dunia seperti orang mengetahui Bali yang lebih ternama ketimbang negara Indonesia. Atmosfer kultural di Tana Toraja - tempat pemukiman suku Toraja-yang kuat membuat wisatawan menikmati sensasi dan pesona berbeda. Kita akan menemukan banyaknya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Tana Toraja, tetapi mayoritas berpenampilan lebih serius dan intelektual. Toraja ternyata sangat menarik bagi peneliti dan antropolog dari dalam dan luar negeri untuk dijadikan bahan tesis atau disertasi mereka.
Harus disadari bahwa Tana Totara memiliki potensi dan peluang besar untuk eco-tourism, sebuah wacana wisata yang lebih mengutamakan pelestarian alam dan budaya. Salah satu aspek pesona sangat menraik adalah arsitektur Toraja yang menawarkan banyak keragaman teknik dan nilai artistik tinggi.
Kehidupan suku dalam bahasa bugis disebut "To Riaja"-orang yang hidup di negeri atas atau pengunungan-ini memang memiliki tradisi dan ikatan kosmologi yang kuat dari kelahiran, kehidupan dan kematian. Semua dirayakan dan diperingati dengan berbagai peristiwa adat. Eksistensi budaya dan tradisi ini masih tetap lestrai dalam kesatuan yang tidak terpisahkan antara kehidupan sehari-hari, upcara ritual dan arsitektur bangunan rumah suku Toraja.
Segala kegiatan, ritual, dan benda-benda yang hadir selalu punya makna mendalam lebih dari hanya sekedar fungsional. Kedalaman ikatan emosi dan filosofi begitu kental hadir dalam tradisi yang ada. Seperti rumah tinggal mereka yang disebut tongkonan dari kata "Tongkon" berarti duduk bersama-sama. Eksistensi tongkonan hingga kini layak kita hargai sebagai keteguhan memegang adat, tradisi dan kearifan lokal yang begitu berharga.
Bangunan yang memiliki tata letak berorientasi utara-selatan dengan pintu utama di utara ini mengambil filosofi "perahu yang mengarungi lautan luas kehidupan". Dengan konstruksi "knock down" yang sangat rumit dan cerdas, tongkonan dirancang sebagai rumah panggung dari kayu-kolong di bawah diapaki sebagai kandang kerbau-dan konstruksi tahan gempa. Arah orientasi bangunan yang memiliki makna ini secara garis besar menggambarkan keseimbangan. Makna dan filosofi arah bangunan ini kemudian disimbolkan melalui ukiran-ukiran kayu dan ornamen yang menghiasi seluruh rumah.
Seperti elemen tanduk kerbau yang menggambarkan status sosial dan berhubungan juga dengan fase kematian dalam hidup. Selain itu terdapat ukiran kayu yang selalu menyimbolkan kebaikan dengan menggunakan empat warna dasar hitam (kematian), kuning (anugerah dan kekuasaan ilahi), putih (suci) dan merah (kehidupan manusia). Keempat warna ini juga merepresentasikan kepercayaan asli suku Toraja yaitu aluk to dolo.
Ukiran yang menjadi ornamen tongkonan ini kemudian tidak hanya menjadi representasi tingginya nilai seni, artistik dan manifesto budaya terutama sosial dan religi. Dengan mengambil inspirasi dari alam, motif ukiran merupakan abstraksi dan geometris dari binatang dan tumbuhan dalam tatanan yang berulang. Di sinilah ornamen tidak hanya artistik secara visual, tetapi maknanya membentuk cerita, do'a dan apresiasi pemilik terhadap kehidupan.
Ornamen akhirnya hanya sebuah bagian kecil dari pesona arsitektur Toraja dari living culture yang masih terjaga. Keseimbangan hidup yang dielaborasi dalam simetris, keterikatan dan berorientasi seharusnya bisa terus digali untuk menginspirasi perkembangan arsitektur masa kini.
Saat ini modernisasi semakin lama merambah dalam keseharian masyarakat Toraja dan sedikit demi sedikit mengubah pola pikir masyarakat tradisional menjadi modern, serba praktis dan terbuka terhadap seni budaya dari luar. Sayangnya banyak pemahaman salah kaprah dalam mewujudkan modernisasi, seperti perubahan material atap rumah tongkonan dan persilangan antara rumah panggung tradisional dengan landed house. Saat ini banyak ditemui rumah modern beratap seng yang kemudian menghasilkan generasi arsitektur Toraja yang semakin kehilangan identitas. Semakin mendekati pusat kota rumah tradisional Toraja sedikit demi sedikit mulai kehilangan jiwanya, sementara jauh dari pusat kota semakin banyak ditemukan bangunan yang masih menjaga nilai dan jiwa arsitektur Toraja sebagai living culture yang terjaga keasliannya.