Monday, November 20, 2017

7 Tempat Wisata di Tana Toraja Yang Wajib Kamu Kunjungi

Elena Mirage / Shutterstock.ComToraja atau yang dikenal juga dengan Tana Toraja merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Keeksotisan wilayah dan budaya yang dimiliki Tana Toraja membuat nama Tana Toraja telah bergaung sampai ke kancah internasionaTana Toraja terkenal dengan masyarakatnya yang memiliki kepercayaan, aturan, serta ritual tradisi yang cukup ketat. Menurut mitos yang telah diceritakan secara turun-temurun, nenek moyang asli masyarakat Toraja dipercaya berasal dari surga dan turun langsung ke bumi dengan menggunakan tangga. Tangga inilah yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi antara nenek moyang dengan Puang Matua (Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Toraja).Sebagai bentuk pelestarian tradisi dan penghormatan terhadap nenek moyangnya, masyakarat Tana Toraja memiliki beberapa upacara dan ritual adat yang masih dipertahankan dan rutin diselenggarakan hingga kini. Upacara adat tersebut di antaranya yang paling terkenal adalah Tradisi Ma’nene. Selain itu, Tana Toraja juga memiliki bangunan adat yang disucikan dan kerap digunakan untuk pelaksanaan upacara tertentu seperti Kete Ketsu dan Museum Ne’ Gandeng.Untuk menuju Tana Toraja, diperlukan waktu kurang lebih sekitar 8 jam dari Kota Makassar melalui jalur darat. Anda dapat membeli tiket pesawat langsung menuju Kota Makassar dengan tujuan pendaratan di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Dari bandara, Anda bisa naik DAMRI untuk menuju terminal bus setempat yang menyediakan jalur menuju Tana Toraja.
Biasanya, para wisatawan baik wisatawan lokal maupun mancanegara mengunjungi Tana Toraja sekitar bulan Desember. Pasalnya, pada bulan Desember, di Tana Toraja banyak digelar berbagai festival pertunjukan budaya, upacara adat, serta tur wisata.
Pastikan 30 hari sebelumnya Anda sering memantu situs Reservasi.com untuk mendapatkan tiket murah pesawat terbang ke Toraja.
Nah, penasaran dengan keeksotisan budaya, adat, dan tradisi di Tana Toraja yang telah mendunia? Berikut ini akan diulas 10 destinasi wisata di Tana Toraja yang akan membuat Anda makin cinta Indonesia. Simak, ya!


1. Tradisi Ma’nene
Salah satu tradisi khas Tana Toraja yang telah menjadi destinasi wisata tradisi populer bagi turis lokal maupun mancanegara adalah tradisi Ma’nene. Tradisi Ma’nene merupakan tradisi mengenang leluhur dengan cara membersihkan dan menggantikan baju mayat para leluhur masyarakat Tana Toraja. Tradisi ini secara khusus dilakukan oleh masyarakat Baruppu yang tinggal di pedalaman Toraja Utara.
Bagi masyarakat di wilayah Baruppu, mayat atau jenazah kerabat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggota keluarga yang masih hidup. Selain itu, Masyarakat Baruppu memiliki kepercayaan bahwa meskipun secara jasad telah meninggal, arwah para leluhur tetap “hidup” dan mengawasi keturunannya dari alam lain.
Oleh karena itu, setiap 3 tahun sekali atau sekitar bulan Agustus saat telah lewat masa panen, dilakukan “pembersihan” terhadap mayat atau jenazah kerabat mereka. Caranya adalah dengan mengeluarkan “mumi” jenazah dari dalam peti untuk dibersihkan dan digantikan pakaiannya dengan pakaian yang baru. Tidak hanya dipakaikan pakaian baru, mayat para leluhur ini juga didandani dengan rapi selayaknya orang yang akan menghadiri sebuah pesta.
Peti berisi jenazah para leluhur ini dikeluarkan dari dalam liang gunung batu. Kemudian, jenazah leluhur yang berada di dalam peti juga dikeluarkan sambil diiringi dengan pembacaan doa-doa dalam bahasa Toraja Kuno. Setelah dikeluarkan, mayat tersebut diangkat dan dibersihkan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kain bersih.
Setelah dibersihkan, mayat tersebut didandani, dipakaikan baju baru, lalu didirikan. Keluarga mayat tersebut biasanya memangku, mendirikan, dan menjaga mayat agar tidak menyentuh dasar tanah karena hal itu merupakan pantangan dalam tradisi ini.
Uniknya, mayat para leluhur masyarakat Toraja ini bisa berdiri dengan tegak dan berjalan layaknya masih hidup, lho. Hal tersebut diyakini bisa terjadi karena doa-doa dan mantra-mantra yang dipanjatkan para tetua dan pemimpin tradisi sebelum tradisi dimulai.
Jangan coba-coba menyentuh mayat yang sedang berdiri atau berjalan. Jika mayat yang sedang berdiri atau berjalan ini terkena sentuhan, efek mantra atau hipnotisnya akan hilang dan mayat tersebut akan terjatuh. Selain itu, orang yang menyentuh mayat tersebut hingga jatuh adalah orang yang wajib membangunkan mayat itu kembali ke posisi semula. Para wisatawan yang hadir dalam tradisi ini biasanya akan diingatkan secara keras oleh para tetua adat yang memimpin tradisi ini.
Lalu, ke manakah mayat-mayat ini berjalan? Masyarakat Tana Toraja percaya bahwa mayat-mayat leluhur ini akan berjalan pulang ke rumahnya masing-masing. Ketika sampai di rumah, mayat-mayat ini akan berbaring seperti sedia kala.
Untuk budaya unik yang satu ini, kita patut berbangga. Pasalnya, kebanyakan wisatawan mancanegara sangat tertarik untuk melihat tradisi “mumi” yang seringkali dianggap mustahil ini. Konon katanya, seperti melihat serial The Walking Dead di dunia nyata!
Jika ingin melihat langsung tradisi ini, pastikan Anda datang ke Tana Toraja sekitar bulan Juli—Agustus. Anda juga disarankan untuk melakukan persiapan dengan matang salah satunya adalah tiket pesawat. Pesan tiket pesawat menuju Kota Makassar dari jauh-jauh hari agar Anda mendapatkan harga tiket murah. Pesan tiket di sini.

2. Upacara Rambu Solo


Destinasi wisata tradisi lainnya yang tidak kalah populer di Tana Toraja adalah Upacara Rambu Solo. Jika tradisi Ma’nene merupakan ritual “pembersihan” jenazah para leluhur, lain halnya dengan Upacara Rambu Solo yang merupakan ritual penguburan khusus bagi orang-orang yang telah meninggal.
Tana Toraja memang terkenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang masih memiliki kepercayaan kuat terhadap hal-hal gaib dan mistis. Oleh karena itu, masyarakat Tana Toraja memiliki banyak kebudayaan dan tradisi yang berkaitan dengan mayat, arwah, atau hal-hal mistis lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Tana Toraja.
Bagi masyarakat Tana Toraja, orang-orang yang telah meninggal dianggap seperti orang yang sedang sakit. Atas dasar kepercayaan tersebut, mereka yang telah meninggal masih terus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang hidup salah satunya dengan disediakan makanan dan minuman, rokok, sirih, dan beragam sesajen lainnya.
Masyarakat Tana Toraja memiliki kepercayaan bahwa orang yang telah meninggal harus diberikan upacara penguburan yang layak dengan aturan-aturan tertentu. Tanpa dilakukannya upacara penguburan Rambu Solo, konon arwah orang yang meninggal tersebut akan memberikan bencana dan kemalangan bagi orang atau kerabat yang ditinggalkannya.
Upacara Rambu Solo merupakan upacara penguburan yang terdiri atas rangkaian kegiatan yang cukup banyak, membutuhkan biaya yang besar, serta persiapan yang berbulan-bulan lamanya. Selama menunggu persiapan upacara ini, jenazah orang yang telah meninggal tidak dikuburkan melainkan disimpan di rumah leluhur (Tongkonan) dengan dibungkus kain terlebih dahulu.
Salah satu ciri khas dari upacara ini adalah adanya kegiatan wajib memotong kerbau dan babi dengan jumlah yang ditentukan tetua adat. Biasanya, semakin kaya dan tinggi pangkat seseorang di Toraja, biaya upacara pemakaman yang dikeluarkan pun akan semakin mahal.
Jika orang yang meninggal berasal dari kalangan bangsawan, keluarga bangsawan tersebut harus mengadakan upacara Rambu Solo dengan memotong kerbau dan babi sekitar 24 sampai dengan 100 ekor. Satu di antara sekian jumlah kerbau tersebut harus merupakan kerbau belang yang terkenal memiliki harga sangat fantastis sekitar 500 juta hingga 1 miliar.
Hal yang unik sekaligus menegangkan dari upacara ini adalah kerbau-kerbau yang menjadi kurban tersebut tidak dipotong selayaknya hewan ternak, melainkan dipotong dengan satu kali tebasan sebilah parang tajam pada lehernya. Kerbau pun akan langsung mati terkapar sesaat setelah tebasan parang itu.
Mengapa harus kerbau? Masyarakat Tana Toraja memiliki kepercaaan bahwa arwah dari orang yang telah meninggal membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanan menuju Puya atau alam akhirat. Semakin banyak kerbau yang disembelih, semakin cepat juga arwah tersebut akan sampai ke Puya.
Upacara Rambu Solo biasanya berlangsung selama berhari-hari sekitar 2—3 hari dan dimulai pada saat siang hari. Untuk kalangan bangsawan, biasanya upacara ini berlangsung hampir 2 minggu lamanya. Kegiatan lain dalam upacara ini selain pemotongan kerbau adalah menyiapkan kuburan bagi jenazah yang akan dikuburkan.
Kuburan tersebut dibuat di bagian atas tebing bukit batu yang tinggi. Masyarakat Tana Toraja percaya bahwa semakin tinggi jenazah diletakkan, akan semakin cepat juga arwah jenazah tersebut sampai ke surga atau nirwana.
Upacara ini juga dilengkapi dengan iringan musik, nyanyian, lagu-lagu, puisi, dan lain sebagainya. Selama upacara berlangsung, jenazah orang yang telah meninggal tetap disimpan di rumah leluhur (Tongkonan). Arwah jenazah ini dipercaya masih berada di desa atau di sekitar tempat tinggalnya sampai upacara selesai. Setelah upacara selesai, jenazah baru akan dikuburkan di kuburan yang telah dipersiapkan. Saat itulah masyarakat Tana Toraja percaya bahwa arwah dari jenazah tersebut akan memulai perjalanan menuju Puya.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan langsung upacara ini, Anda disarankan untuk menghubungi travel agent yang menyediakan wisata ke Toraja dengan daftar Upacara Rambu Solo sebagai salah satu destinasinya. Pasalnya, upacara ini tidak berlangsung dalam kurun waktu yang rutin, melainkan baru diadakan ketika ada salah satu warga Toraja yang meninggal. Biasanya, travel agent memiliki link khusus yang akan memberikan informasi kapan upacara Rambu Solo di Tana Toraja diselenggarakan.
Jika Anda tidak ingin menggunakan travel agent, silakan berpergian ke Tana Toraja ala backpacker-an. Naluri atau instinct Anda diperlukan di sini. Jika beruntung, Anda akan sampai ke Tana Toraja tepat saat upacara Rambu Solo berlangsung. Selamat mencoba! Jangan lupa, pesan tiket pesawat murah ke Toraja di sini.

3. Kete Kesu

Beralih dari destinasi wisata tradisi, Tana Toraja juga memiliki destinasi wisata alam yang tidak kalah uniknya yaitu Kete Kesu. Kete Kesu merupakan kawasan desa wisata di Kabupaten Toraja Utara yang terletak sekitar 4 km di sebelah tenggara Ratenpao.
Desa yang telah menjadi objek wisata ini berada di kawasan perbukitan serta persawahan sehingga pemandangan alam yang dihadirkan pun sangat hijau dan asri. Di Desa Kete Kesu terdapat sebuah kompleks rumah adat Toraja yang disebut Tongkonan. Tongkonan inilah yang seringkali menjadi tempat penyimpanan sementara bagi jenazah yang telah dibungkus kain sebelum dikuburkan.
Selain itu, di bagian atas tebing bukit Kete Kesu, terdapat kuburan batu yang merupakan peninggalan purbakala yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Di Toraja, peti mati tempat menyimpan jenazah biasanya diletakkan di gua-gua batu tertentu tanpa dikubur di dalam tanah. Oleh karena itu, tak jarang juga peti mati juga sekaligus dianggap sebagai makam.
Di tebing paling atas, terdapat kuburan batu sekaligus peti mati yang menyerupai perahu. Di kuburan berupa perahu ini terdapat tengkorak-tengkorak dan tulang-tulang manusia yang telah meninggal puluhan hingga ratusan tahun lalu. Di beberapa titik tebing, terdapat juga aneka sesajen yang terdiri atas rokok dan berbagai makanan serta minuman. Konon, sesajen yang disajikan di kuburan-kuburan ini berisi kudapan yang disukai oleh orang yang telah meninggal tersebut semasa hidupnya.

Turun ke bagian bawah tebing, Anda akan menemukan makam-makam yang berbentuk rumah dengan ukuran sangat besar. Di depan makam ini diletakkan patung manusia yang dibuat menyerupai orang yang meninggal. Biasanya, orang-orang yang meninggal yang dikuburkan ke dalam makam jenis ini adalah orang-orang yang berasal dari kalangan tertentu di Toraja.
Di sepanjang dinding tebing menuju ke bagian bawah, terdapat juga makam yang ditutupi dengan jeruji besi. Di dalam makam yang ditutupi oleh jeruji besi ini terdapat patung-patung jenazah dari anggota keluarga tertentu. Selain itu, biasanya harta benda keluarga jenazah itu juga dimasukkan ke dalam makam berjeruji tersebut. Oleh karena itu, jeruji besi dipasang dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pencurian patung maupun harta benda milik jenazah tersebut.
Selain berbentuk perahu dan berbentuk lubang di tebing, ada juga makam sekaligus peti mati yang dipahat dan diukir rapi berbentuk kerbau dan babi. Peti mati yang berbentuk kerbau biasanya diperuntukkan bagi jenazah laki-laki, sedangkan peti mati yang berbentuk babi biasanya diperuntukkan bagi jenazah perempuan.
Beralih dari kemistisan makam dan peti mati, di wilayah Kete Kesu ini juga tersedia deretan toko souvenir khusus yang menjajakan oleh-oleh khas Tana Toraja. Salah satu oleh-oleh khas Tana Toraja yang paling terkenal adalah ukiran kayu dengan berbagai motif. Motif yang melekat pada ukiran kayu ini biasanya adalah motif hewan dan tanaman yang melambangkan kebaikan dan kesejahteraan.
Puas berkeliling Kete Ketsu, jangan lupa mampir berbelanja di toko-toko souvenir ini. Dijamin, liburanmu ke Tana Toraja akan semakin berkesan!

4. Londa


Masih seputar makam khas yang ada di Toraja, kali ini Tana Toraja memiliki Londa yaitu sebuah kompleks makam yang terletak di sebuah tebing batu. Londa telah menjadi salah satu objek wisata di Tana Toraja yang wajib Anda kunjungi. Katanya, belum ke Toraja kalau tidak berkunjung ke Londa. Wow, menarik, ya?
Londa terletak kurang lebih sekitar 7 km di selatan Kota Rantepao. Kota Rantepao sendiri merupakan kota yang menjadi pusat pariwisata serta akomodasi bagi para wisatawan yang datang ke Tana Toraja. Letaknya yang strategis ini membuat Londa dapat dikunjungi dengan berbagai jenis transportasi seperti ojek, bemo, atau pun mobil sewaan.
Letaknya yang dikelilingi pegunungan membuat suasana di sekitar Londa menjadi sejuk dan cenderung agak dingin. Ketika memasuki area Londa, Anda akan merasakan nuansa yang berbeda. Perpaduan antara nuansa mistis dan cuaca yang sejuk cenderung dingin.
Di sepanjang tebing yang ada di kompleks pemakaman Londa, terdapat gua-gua atau lubang-lubang yang memang sengaja dibuat dan dipahat untuk meletakan peti mati yang berisi jenazah. Tidak sembarang peti mati berisi jenazah dapat diletakan di dalam gua yang ada di Londa ini. Biasanya, pengaturan penempatan peti mati disesuaikan dengan garis keluarga.
Uniknya, di setiap gua atau lubang yang ada di tebing batu diletakkan sederet patung kayu yang disebut Tau-Tau. Deretan patung kayu ini bukan merupakan patung biasa melainkan patung yang dipahat dan diukir sedemikian rupa agar menyerupai orang yang telah meninggal yang diletakkan di dalam gua tersebut.
Proses ukir dan pahatnya pun tidak sembarangan. Setiap detail wajah orang yang telah meninggal juga turut diperhatikan misalnya garis kerut atau kendur yang ada pada wajah. Tidak hanya itu, kayu yang dipilih untuk dijadikan patung pun merupakan kayu nangka yang berwarna kuning dan mendekati warna kulit manusia. Deretan patung ini seolah-olah menjadi “penjaga” gua makam sekaligus representasi dari identitas jenazah yang umumnya terletak di batu nisan.
Di sekitar deretan Tau-Tau juga terdapat peti-peti mati atau yang biasa disebut erong yang posisinya disangga oleh kayu-kayu. Dengan disangga oleh kayu, peti-peti mati yang lokasinya berada di atas tebing yang curam ini akan aman dan tidak jatuh. Peti-peti mati inilah yang disebut sebagai makam gantung.
Bagi masyarakat Tana Toraja, peti mati atau erong yang dimakamkan dengan cara digantung ini adalah peti khusus bagi kaum bangsawan dan kaum terhormat yang meninggal. Tingginya letak penempatan peti mati di tebing disesuaikan dengan tingkat jabatan atau derajat kaum bangsawan tersebut. Semakin tinggi derajat atau jabatan bangsawan yang meninggal tersebut, akan semakin tinggi juga letak petinya ditempatkan di tebing batu.
Sesuai kepercayaan masyarakat Tana Toraja, semakin tinggi letak makam atau kuburan jenazah, akan semakin cepat juga arwaah dari jenazah tersebut sampai ke surga atau nirwana. Tertarik untuk melihat langsung kompleks makam Londo di Toraja? Persiapkan diri Anda, ya!

5. Batutumonga

Ingin berkunjung ke negeri di atas awan? Datanglah ke Batutumonga di Tana Toraja. Batutumonga merupakan wilayah yang berlokasi di lereng Gunung Sesean atau berjarak sekitar 24 km dari Kota Rantepao.
Gunung Sesean sendiri merupakan gunung tertinggi yang ada di Tana Toraja. Belum sampai ke puncak Gunung Sesean, cukup di area lereng gunung tepatnya di Batutumonga, Anda sudah bisa melihat keseluruhan Tana Toraja yang keindahannya sempurna.
Dari Batutumonga, Anda juga bisa melihat hamparan sawah yang luas yang bersatupadu dengan panorama puncak gunung, pepohonan, awan, matahari, serta kabut yang porsinya pas. Pas sempurna! Berada di Batutumonga akan membuat Anda percaya bahwa negeri di atas awan bukanlah sebuah dongeng belaka.

6. Bori Parinding dan Pohon Tarra

Berbicara soal Tana Toraja selalu tidak bisa lepas dari keunikan jenis makamnya. Masih di wilayah Batutumonga, tepatnya di lereng Gunung Sesean, terdapat juga makam-makam batu kuno salah satunya yang populer adalah Bori Parinding.
Bori Parinding berlokasi di Kecamatan Sesean dan Lo’ko Mata di Kecamatan Sesean Suloara. Bori Parinding merupakan sebuah kompleks pemakaman kuno yang telah digunakan sejak tahun 1717. Tidak semua jenazah dapat dimakamkan di Bori Parinding. Hanya keluarga bangsawan yang merupakan keturunan Ramba saja yang jasadnya bisa dimakamkan di kompleks pemakaman kuno ini.
Keunikan Bori Parinding yang tidak dimiliki kompleks makam batu lainnya adalah adanya batu-batu menhir berukuran raksasa yang diletakkan di depan Bori Parinding. Batu-batu menhir tersebut akan difungsikan sebagai tiang untuk mengikat kerbau, anoa, babi, dan sapi yang akan disembelih saat upacara pemakaman Rambu Solo dilangsungkan.
Di Bori Parinding, ada juga makam khusus yang diperuntukkan bagi bayi yang meninggal. Uniknya, makam ini tidak berada di tebing batu selayaknya komplek makam khas di Tana Toraja, melainkan berada di sebuah pohon. Pohon Tarra namanya. Area tempat pohon Tarra berada diberi nama Passiliran atau Kambira Baby Grave. Padanan nama dalam bahasa asing ini sengaja diberikan karena area tempat pohon tarra telah dijadikan salah satu objek wisata di Tana Toraja.
Apabila bayi yang merupakan anak dari warga Tana Toraja meninggal, jenazahnya akan ditanam di dalam tubuh pohon Tarra. Tidak semua jenazah bayi dapat dikuburkan di pohon ini melainkan hanya bayi yang giginya belum tumbuh. Pasalnya, menurut kepercayaan masyarakat Tana Toraja, bayi yang belum tumbuh gigi dianggap masih suci.
Pohon Tarra sendiri memiliki diameter sekitar 80 cm dan diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Pada pohon ini terdapat beberapa ijuk yang berasal dari pohon enau yang menempel di batang pohon Tarra.
Jika ada bayi yang meninggal, di pohon ini akan dibuat lubang yang akan dijadikan makam bagi jenazah bayi tersebut. Kemudian, setelah jenazah bayi diletakkan, lubang akan ditutup dengan ijuk yang ada di batang-batang pohon Tarra.
Ada sebuah kepercayaan tersendiri yang dianut masyarakat Tana Toraja perihal penguburan jasad bayi di pohon Tarra. Mereka percaya bahwa dengan menguburkan bayi di dalam pohon Tarra, bayi tersebut seperti sedang dikembalikan ke rahim ibunya. Mereka juga memiliki harapan agar bayi-bayi yang lahir kemudian dari rahim ibu si bayi yang meninggal akan selamat.
Selain itu, mengapa harus pohon Tarra? Pasalnya, pohon Tarra memiliki kandungan getah berwarna putih yang besar. Kandungan getah ini dianggap sebagai pengganti air susu ibu bagi bayi yang telah meninggal dan dikubur di pohon Tarra.

7. Ranteallo

Ingin melihat sendiri kerbau belang yang bernilai fantastis hingga 1 miliar? Datanglah ke Ranteallo saat berkunjung ke Tana Toraja. Di Ranteallo, terdapat kompleks rumah adat Toraja yang posisinya saling berhadap-hadapan.
Ranteallo sendiri sebenarnya merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Tallunglipu yang merupakan area perumahan warga. Di belakang rumah-rumah warga, terdapat kandang babi dan kerbau yang dipelihara secara khusus untuk diperjualbelikan jika ada warga yang akan menyelenggarakan upacara adat.
Babi yang dipelihara di Ranteallo ini memiliki berat yang bervariasi. Ada pula babi yang memiliki berat sekitar 200 kilogram dan dihargai sekitar Rp 15 juta. Tidak hanya babi, Anda juga bisa menjumpai kerbau belang di sini.
Kerbau belang merupakan salah satu jenis kerbau yang unik dan langka. Pasalnya, kerbau yang juga dikenal dengan nama Kerbau Tedong Saleko ini adalah jenis kerbau yang paling mahal dari semua jenis kerbau yang ada di Tana Toraja. Harga seekor kerbau belang bisa mencapai hingga 1 miliar rupiah. Kerbau Tedong Saleko ini memiliki warna kulit dasar yang putih namun bercampur dengan warna hitam di beberapa titik bagian badannya. Perpaduan warna putih dan hitam ini membuat kerbau ini terlihat belang. Selain itu, uniknya lagi, jika kerbau biasa memiliki bola mata berwarna hitam atau coklat, lain halnya dengan Kerbau Tedong Saleko atau kerbau belang. Kerbau ini memiliki bola mata yang berwarna putih dengan tanduk yang berwarna kuning keemasan.
Mengulik makna kerbau sebagai hewan yang cukup penting bagi masyarakat Tana Toraja, kerbau adalah binatang yang menjadi kebutuhan. Sekian banyak ritual dan upacara adat yang dimiliki masyarakat Tana Toraja, hampir seluruhnya membutuhkan kerbau sebagai hewan persembahan. Tidak heran jika harga kerbau di Tana Toraja bisa melonjak fantastis hingga 1 miliar rupiah.
Khususnya pada upacara kematian Rambu Solo, kerbau yang dikurbankan berjumlah mulai dari puluhan hingga ratusan. Jenis kerbau yang dikurbankan pun sekaligus menunjukkan status sosial warga yang mengurbankan. Kerbau jenis Tedong merupakan kerbau yang terkenal memiliki harga sangat fantastis dan biasa dipilih kalangan bangsawan untuk dikurbankan dalam upacara kematian Rambu Solo. Semakin tinggi status sosial seseorang di Tana Toraja, biasanya jumlah dan jenis kerbau yang dikurbankan juga semakin tinggi.